Sinyal elektronik analog adalah tegangan atau arus yang sebanding dengan nilai pengukuran atau kuantitas control. Sebuah instrumen sering sekali digolongkan sebagai analog karena menggunakan sinyal analog standar untuk mengkomunikasikan informasi, walaupun kontruksi internalnya dan rancangan instrument tersebut kebanyakan digital. Ini untuk membedakan intrumen tersebut dari instrument yang tidak menggunakan sinyal analog sama sekali (seperti instrument wireless atau fieldbus).
3.1 Sinyal Analog 4 – 20 mA
Bentuk sinyal transmisi yang banyak digunakan dalam industry adalah 4 -20 mA. Ini adalah sebuah sinyal analog standar, mengartikan bahwa arus listrik digunakan untuk merepresentasikan pengukuran atau sinyal perintah. Umumnya, nilai arus 4 mA merepresentasikan skala 0% dan nilai arus 20 mA mepresentasikan skala 100% dan setiap nilai diantara 4 – 20 mA merepresentasikan persentase yang sepadan antara 0% dan 100%. Tabel dibawah ini menunjukan hubungan nilai arus dan dan persentase untuk setiap peningkatan 25% antara 0% dan 100%.
Sebagai contoh, jika kita mengkalibrasi transmitter suhu 4 – 20 mA untuk rentang pengukuran 50 sampai 250 derajat Celcius, kita bisa menghubungkan nilai arus dan suhu pada grafik dibawah ini.
Gambar 3.1 Hubungan nilai arus dengan suhu
Konsep penting untuk memahami semua instrument analog adalah instrument yang mengirim dan menerima sinyal analog harus sesuai agar merepresentasikan variable yang dinginkan dengan benar. Gambar dibawah mengilustrasikan pengukuran suhu yang terdiri dari thermocouple, Transmitter suhu, resistor 250 ohm (untuk mengubah sinyal analog 4 – 20 mA ke sinyal analog 1 – 5 V) dan sebuah voltmeter yang berfungsi sebagai indicator suhu.
Gambar 3.2 Sistem pengukuran suhu
Jika kita melihat system ini sebagai jalur aliran informasi dari ujung thermocouple ke transmitter ke resistor dan terakhir ke indicator, kita melihat rentang output analog setiap perangkat harus sesuai dengan rentang input analog pada perangkat selanjutnya atau arti dari sinyal analog akan hilang.
Sinyal arus DC juga digunakan dalam system control untuk memerintah posisi FCE (final control element) seperti katup control atau VSD (Variable speed drive). Dalam kasus ini, nilai milliamp tidak secara langsung merepresentasikan pengukuran proses, melainkan sejauh mana FCE mempengaruhi proses. Umumnya, 4 mA memerintahkan katup control menutup atau menghentikan motor dan 20 mA memerintahkan katup control terbuka penuh atau motor menyala pada kecepatan penuh.
Sebagian besar system control industry mengunakan setidaknya dua sinyal 4 – 20 mA yang berbeda, satu untuk merepresentasikan variable proses dan satu untuk merepresentasikan sinyal perintah ke FCE.
3.2 Menghubungkan sinyal 4 – 20 mA dengan Variabel Instrumen
Arus sinyal 4 -20 mA merepresentasikan sinyal pada skala 0 – 100%. Biasanya skala linier ini seperti gambar dibawah ini.
Gambar 3.3 Grafik skala linier
Untuk menjadi linier, kita dapat menggunakan persamaan garis lurus untuk menghubungkan sinyal persentase dengan nilai arus
y = mx + b
Dimana :
y = Output dari instrument
x = Input ke instrument
m = Gradien (Slope)
b = Titik perpotongan y
Sebelum kita gunakan persamaan ini, kita harus menentukan nilai gradient (m) dan perpotongan (b) yang sesuai untuk instrument. Selanjutnya kita akan melihat beberapa contoh bagaimana melakukan ini.
Untuk fungsi linier pada gambar dibawah, kita dapat menentukan nilai gradient (m) dengan membagi rentang rise (sumbu y) dengan run (sumbu x). Dua titik yang dapat kita gunakan dalam menghitung adalah 4 – 20 mA (untuk sumbu y) dan 0 – 100% (sumbu x).
Untuk menghitung perpotongan y (b), yang perlu kita lakukan adalah menyelesaikan nilai b pada pasangan koordinat x dan y yang diketahui. Kita menemukan titik pada 0% dan 4 mA.
Kita telah memiliki formula yang lengkap untuk merubah nilai persentase ke nilai arus milliamp :
Kita dapat menggunakan formula ini untuk menghitung seberapa besar arus milliamp yang merepresentasikan sinyal presentase. Sebagai contoh, kita ingin merubah nilai persentasi 34.7% ke arus 4 – 20 mA. Kita dapat melakukan nya seperti ini :
Jadi, 34.7% sama dengan 9.552 mA dalam rentang sinyal 4 – 20 mA.
Formula persamaan garis lurus dapat diaplikasikan ke berbagai instrument linier, seperti yang diilustrasikan pada contoh dibawah ini.
Output Controller ke Katup
Gambar 3.4 Contoh output controller ke katup
Sebuah loop controller mengeluarkan sinyal 8.55A ke katup control (dimana 4 mA untuk menutup dan 20 mA untuk membuka penuh). Seberapa banyak bukaan katup control pada tingkat sinyal ini?
Untuk menyelesaikan persentase (x) dari bukaan katup pada sinyal arus 8.55 mA (y), kita dapat menggunakan persamaan garis lurus.
Dengan demikian, kita dapat menganggap bahwa katup terbuka 28.4% pada saat diterapkan sinyal sebesar 8.55 mA.
Flow Transmitter
Gambar 3.5 Contoh kasus flow transmitter
Flow transmitter mempunyai rentang 0 – 350 galon per menit, output nya 4 -20 mA. Hitung nilai sinyal arus pada aliran 204 GPM.
Salah satu cara yang dapat kita pecahkan untuk besaran sinyal arus adalah dengan mengubah nilai lairan 204 GPM menjadi rasio nilai aliran maksimum flowmeter, lalu menerapkan formula yang kita gunakan dalam contoh sebelumnya. Merubah aliran menjadi rasio “per unit” menggunakan pembagian sederhana, selama pengukuran aliran mempunyai nilai minimum 0.
204 GPM/350 GPM = 0.583 per unit
0.583 per unit x 100% = 58.3%
Kemudian kita masukan nilai persentas ke dalam formula :
Dengan demikian, transmitter akan mengeluarkan output sinyal PV 13.3 mA pada aliran 204 GPM.
Pendekatan lain untuk mencari nilai sinyal arus pada kasusu flowmeter diatas adalah dengan cara sebagai berikut :
Titik perpotongan y untuk persamaan ini adalah 4, karena output arus akan 4 mA pada aliran 0 GPM.
Sekarang kita bisa masukan nilai 204 GPM untuk x dan menemukan arusnya :
Sama seperti sebelumnya, kita menemukan arus 13.33 mA yang merepresentasikan aliran 204 GPM.
Temperature Transmitter
Gambar 3.6 Contoh kasus temperature transmitter
Sebuah temperature transmitter mempunyai rentang 50 sampai 140°F dan mempunyai sinyal output 4-20 mA. Hitung output arus oleh transmitter ini jika pengukuran suhunya 79°F.
Pertama, kita membuat persamaan linier yang menjelaskan fungsi temperature transmitter :
Nilai titik perpotongan y akan berbeda pada kasus ini. Tetapi prosedur untuk menemukan nilai ini sama, memasukan nilai x dan y kedalam persamaan untuk menemukan b. Dalam kasus ini, kita akan menggunakan nilai 4 mA untuk y dan 50°F untuk x.
Maka persamaan linier untuk temperature transmitter ini adalah :
Sekarang kita masukan nilai pengukuran 79°F kedalam persamaan.
Jadi, hasil pengukuran transmitter 79°F akan mengeluarkan sinyal arus sebesar 9.16 mA.
Kita juga dapat menerapkan metode lain untuk masalah ini seperti yang kita lakukan untuk flowmeter. Pertama kita ubah variable proses menjadi rasio “per unit” atau persentase dari rentang pengukuran kemudian mennggunakan persentase tersebut untuk menghitung arus dalam mA.
Kemudian, masukan nilai persentase kedalam persamaan linier standar :
Sekali lagi, kita menemukan nilai yang sama untuk output arus transmitter yaitu 9.16 mA pada pengukuran 79°F.
pH Transmitter
Gambar 3.7 Contoh kasus pH transmitter
Sebuah pH transmitter telah dikalibrasi dengan rentang 4 pH sampai 10 pH dengan output 4 -20 mA. Hitung pH yang dideteksi transmitter jika sinyal outputnya 11.3 mA.
Pertama kita buat persamaan linier nya yang menjelaskan fungsi pH transmitter :
Perhatikan bagaimana kita bebas mengatur 4-20 mA sebagai variable independen (sumbu x) dan variable dependen (sumbu y). Kita bisa mengatur arus pada sumbu y dan pengukuran pada sumbu x seperti contoh sebelumnya, tapi ini akan memaksa kita untuk memanipulasi persamaan linier untuk menemukan x.
Untuk nilai titik perpotongan y menggunakan nilai koordinat 4 pH dan 4 mA, kita melihat lagi bahwa ini adalah aplikasi dimana mA. Ini karena rentang instrument tidak dimulai dari nol.
Maka persamaan linier untuk pH transmitter ini adalah :
Menghitung nilai pH untuk output sinyal arus 11.3 mA menjadi sangat mudah :
Maka, sinyal output transmitter 11.3mA merefleksikan nilai pengukuran 6.74 pH.
Sinyal I/P Transducer reverse-acting
Gambar 3.8 Contoh kasus I/P transducer reverse-acting
Sebuah I/P transducer digunakan untuk merubah sinyal elektronik 4-20 mA menjadi sinyal pneumatic 3-15 PSI. Transducer ini dikonfigurasi untuk reverse-action, yang artinya output tekanan nya pada 4 mA harus 15 PSI dan output tekanan pada 20 mA harus 3 PSI. Hitung nilai sinyal arus untuk menghasilkan tekanan 12.7 PSI.
Instrumen reverse-acting masih linier oleh karena itu masih mengikuti formula persamaan garis lurus linier , walaupun dengan gradient negative.
Perhatikan bagaimana sumbu y sebenarnya turun dari 20 mA ke 4 mA, menghasilkan nilai negative untuk m.
Menemukan nilai titik perpotongan y menggunakan nilai koordinat 3 PSI dan 20 mA.
Maka, persamaan linier untuk I/P transducer ini adalah :
Menghitung nilai arus untuk output tekanan 12.7 PSI menjadi sangat mudah :
Maka, sinyal arus 7.07 mA diperlukan untuk mengatur output I/P transducer reverse-acting agar menghasilkan tekanan 12.7 PSI.
3.3 Current Loop Controller
Bentuk sederhana dari current loop 4 – 20 mA adalah jenis yang digunakan untuk merepresentasikan output dari controller. Disini, controller memberikan daya listrik dan informasi sinyal ke FCE. Gambar di bawah ini untuk mengilustrasikan sebuah contoh controller yang mengirim sinyal 4 – 20 mA ke converter I/P kemudian peneumatik mengontrol katup.
Gambar 3.9 Output controller yang mengedalikan katup control
Controller ini memiliki dua tampilan digital, satu untuk variable proses dan satu lagi untuk setpoint, bargraph untuk menampilkan nilai output. Terdapat juga tombol untuk memilih mode Auto atau Manual, kemudian kedua tombol lagi untuk menaikan dan menurunkan nilai setpoint (dalam mode Auto) atau nilai output (dalam mode Manual).
Didalam controller, sumber daya dependen menyediakan sinyal arus 4 – 20 mA DC ke transducer I/P. Ini bertujuan untuk menjaga arus dalam sirkuit loop terlepas dari rangkaian resistansi atau sumber tegangan eksternal apa pun. Sumber arus dependen bervariasi nilai arusnya tergantung beberapa stimulus eksternal. Dalam kasus ini, fungsi matematika pada controller (mode Auto) atau pengaturan dari operator (mode Manual) menginformasikan ke sumber arus seberapa banyak arus DC yang harus dijaga dalam sirkuit.
Sebagai contoh, jika operator mengibah mode menjadi manual dan mengatur nilai output pada 50%, jumlah arus DC yang sesuai untuk persentase sinyal ini adalah 12 mA. Jika semuanya bekerja secara normal, arus dalam sirkuit loop ke transducer I/P akan tetap 12 mA terlepas dari sedikit perubahan dalam resistansi kabel, resistansi kumparan I/P atau apapun, sunber arus dalam controller akan berusaha untuk menjaga jumlah arus nya.
Skenario juga hamper sama jika kita menggatikan I/P dan katup control dengan VSD. Dari sudut pandang controller, perbedaannya hanya beban resistif bukan beban induktif. Resistansi input pada sirkuit VSD merubah sinyal 4 – 20 mA ke sinyal tegangan analog (umumnya 1 – 5 V, tapi tidak selalu). Sinyal tegangan ini kemudian memrintahkan sirkuit motor, menginformasikan untuk memodulasi daya yang keluar ke motor listrik agar berputar sesuai kecepatan yang diinginkan.
Gambar 3.10 Output controller yang mengendalikan motor
Disini, VSD adalah sirkuit elektronik daya tinggi yang mengambil daya AC 3 phasa dan merubahnya menjadi daya DC pada tegangan yang bervariasi (tingkat tegangan dikendalikan oleh sinyal 4 – 20 mA dari output controller). Jenis lain dari VSD adalah mengambil daya AC 3 phasa dan mengleuarkan daya 3 phasa pada tegangan dan frekuensi yang bervariasi ke sebuah motor induksi.
Dalam beberapa aplikasi, FCE berjenis reverse-acting yang mana pada sinyal 4 mA akan membuka 100% dan pada sinyal 20 mA akan menutup (0%). Alasan untuk merancang system control seperti ini adalah jika keselamatan proses mengharuskan katup terbuka lebar jika pasokan udara ke instrument gagal atau sirkuit sinyal output 4 – 20 mA gagal.
Gambar 3.11 Output controller yang bekerja sebagai reverse-acting
Dalam aplikasi seperti ini, kita perlu mengkonfigurasi controller sedemikian rupa sehingga tampilan output (digital atau bargraph) menunjukan kebalikannya untuk menghindari kebingungan operator yang menggunakan controller tersebut. Karena 4 mA merepresentasikan katup control terbuka penuh dan 20 mA merepresentasikan katup control tertutup, controller dengan tampilan terbalik akan menampilkan output 0% ketika sinyal arus 20 mA dan output 100% ketuka sinyal arus 4 mA.
3.4 Current Loop Transmitter 4-wire (“self-powered”)
Sinyal arus listrik DC juga digunakan untuk komunikasi informasi pengukuran proses dari transmitter ke controller, indicator, recorder, alarm dan berbagai perangkat input. Tujuan transmitter adalah mendeteksi beberapa variable fisik (seperti tekanan, suhu, aliran) dan kemudian melaporkan besaran tersebut dalam bentuk sinyal, dalam hal ini 4 – 20 mA DC sebanding dengan besaran yang di ukur. Bentuk sederhana dari loop pengukuran 4 – 20 mA adalah dimana transmitter memiliki dua terminal untuk menghubungkan kabel sinyal 4 – 20 mA dan dua terminal lagi untuk sumber daya. Transmitter itu disebut “4-wire” atau “self-powered”.
Gambar 3.12 Transmitter 4-wire
Dalam beberapa instalasi, daya transmitter dipasok melalui konduktor tambahan dalam kabel dari sumber daya yang terletak dekat dengan controller.
Gambar 3.12 Instalasi transmitter menggunakan kabel 4 konduktor
3.5 Current Loop Transmitter 2-wire (“loop-powered”)
Dimungkinkan juga untuk mengalirkan daya listrik dan mengkomunikasikan insformasi analog melalui dua konduktor yang sama menggunakan 4 – 20 mA DC, jika kita merancang transmitter menjadi loop-powered. Transmitter loop-powered dihubungkan ke controller proses hanya dengan dua konduktor, inilah mengapa transmitter loop-powered dikenal juga sebagai transmitter 2-wire.
Gambar 3.13 Transmiter 2-wire
Disini, transmitter bukan sumber arus tidak seperti transmitter 4-wire. Sirkuit transmitter 2-wire dirancang untuk bertindak sebagai pengatur arus, membatasi arus dalam loop ke nilai yang merepresentasikan pengukuran proses. Perhatikan arah panah pada simbol sumber arus transmitter yang bersifat dependen dan bagaimana kaitannya dengan dengan tanda polaritas tegangan. Lihat kembali ilustrasi transmitter 4-wire sebagai pambanding. Sumber arus dalam transmitter 2-wire sebenarnya bertindak sebagai beban listrik, dimana sumber arus dalam transmitter 4-wire berfungsi sebagai sumber listrik sesungguhnya.
Transmitter 2-wire mendapatkan daya kerjanya dari terminal tegangan dan arus yang tersedia pada kedua terminalnya. Sumber tegangan umumnya 24 VDC, transmitter harus selalu memiliki setidaknya 19 VDC yang tersedia pada terminalnya. Transmitter harus selalu memiliki setidaknya 4 mA saat berfungsi. Dengan demikian, transmitter akan selalu memiliki jumlah daya listrik minimum yang tersedia untuk beroperasi ketika mengatur arus untuk memberi sinyal pengukuran proses ke instrument penerima.
Secara internal, perangkat keras dari transmitter 2-wire menyerupai diagram dibawah ini. Semua sirkuit pendeteksian, skala dan output dalam transmitter harus dirancang untuk beroperasi pada arus kurang dari 4 mA DC dan pada tegangan yang sesuai. Agar membentuk arus loop yang melebihi 4 mA, sirkuit transmitter menggunakan transistor untuk menghindari (memotong) arus berlebih dari satu terminal ke termainal lainnya yang diperlukan untuk membuat total arus indikatif dari pengukuran proses.
Sebagai contoh, jika arus kerja transmitter hanya 3.8 mA dan transmitter harus diatur arus loopnya pada nilai 16 mA untuk merepresentasikan kondisi 75% dari pengukuran, shunt transistor akan diatur oleh opamp untuk memotong tepat diarus 12.2 mA (karena 3.8 mA + 12.2 mA = 16.0 mA).
Gambar 3.14 Sirkuit internal transmitter 2-wire
Daya listrik yang sangat rendah pada terminal transmitter 2-wire dapat membatasi fungsinya. Jika transmitter membutuhkan daya listrik yang lebih besar dari yang diberikannya (misal diberikan daya minimum 4 mA dan 19 VDC), satu-satunya solusi adalah menggunakan transmitter 4-wire dimana konduktor dayanya terpisah dari konduktor sinyal.
3.6 Pemecahan Masalah Current Loop
Prinsip dasar dalam pemencahan masalah system instrumentasi adalah setiap instrument mempunyai sedikitnya satu input dan satu output, dan outputnya harus merespon secara akurat terhadap inputnya. Jika output instrument tidak merespon secara baik, ada sesuatu yang salah terhadap instrument tersebut.
Setiap instrument mengambil data (input) dalam beberapa bentuk dan menghasilkan data (output) dalam beberapa bentuk. Disetiap loop instrument, output dari satu intrumen memberikan input ke instrument selanjutnya, sehingga informasi berpindah dari satu instrument ke instrument lainnya. Dengan menangkap data yang dikomunikasikan antara komponen pada system instrument, kita dapat untuk menemukan dan mengisolasi kesalahan. Untuk memahami dengan benar data yang ditangkap, kita harus memahami input dan output dari masing-masing instrument dan fungsi dasar dari instrument tersebut.
Ilustrasi dibawah ini menampilkan input dan output instrument yang banyak ditemukan dalam system control.
Gambar 3.15 Input dan output pada differential pressure transmitter
Gambar 3.16 Input dan output pada temperature transmitter
Gambar 3.17 Input dan output pada controller
Agar dapat memeriksa korespondansi yang tepat antara input dan output instrument, kita harus bisa menggunakan perangkat uji yang sesuai untuk menangkap sinyal yang masuk dan keluar dari instrument tersebut. Untuk instrumentasi analog 4 – 20 mA, ini berarti kita harus bisa menggunakan alat ukur untuk mengukur arus dan tegangan.
Menggunakan Miliammeter untuk Mengukur Current Loop
Karena sinyal direpresentasikan oleh arus listrik dalam loop arus, alat ukur yang tepat untuk digunakan dalam memecahkan masalah adalah multimeter yang mampu mengukur milliamp DC secara akurat. Ada kekurangan dalam penggunaan milliammeter, sirkuit harus diputus pada suatu titik untuk menghubungkan alat ukur dalam rangkaian seri dan ini berarti arus akan turun ke 0 mA sampai alat ukut terhubung. Pemutusan ini juga berarti mengganggu aliran komunikasi pegukuran proses atau sinyal perintah ke FCE. Ini akan memiliki pengaruh buruh pada system control kecuali langkah-langkah persiapan tertentu telah disiapkan.
Sebelum memutus loop untuk menghubungkan alat ukur, pertama kita harus memperingatkan personil bahwa sinyal akan terganggu. Jika sinyal yang akan diganggu datang dati transmitter ke controller, controller tersebut harus diubah ke mode manual jadi tidak menyebabkan gangguan pada proses ketika sinyal PV hilang. Alarm untuk sementara di non-aktifkan sehingga tidak menyebabkan kepanikan. Jika sinyal arus ini juga mengatur proses alarm shutdown, alarm tersebut juga sementara di non-aktifkan.
Jika sinyal arus yang diganggu adalah sinyal perintah dari controller ke FCE, FCE tersebut harus diambil alih secara manual sehingga dapat menahan pengaturan tetap sementara sinyal bervariasi, atau mungkin harus di bypass oleh perangkat lain. Jika FCE nya adalah katup control, biasanya dengan membuka katup bypass dan menutup katup block.
Gambar 3.18 Katup bypass
Karena katup bypass sekarang dioperasikan secara manual, operator harus berhati-hati dalam membuka/menutup katup untuk mempertahankan kendali proses.
Kita melihat bahwa tugas yang tampak sederhana untuk menghubungkan milliammeter secara seri dengan sinyal 4 – 20 mA ternyata tidak semudah yang kita bayangkan.
Menggunakan milliammeter Clamp-on untuk Mengukur Current Loop
Salah satu cara untuk mengukur sinyal 4 – 20 mA tanpa mengganggu adalah menggunakan milliammeter clamp-on. Sensor Hall-effect modern ini sensitive dan cukup akurat untuk memantau medan magnet lemah yang diciptakan oleh arus kecil DC pada konduktor. Ammeter yang mengunakan sensor Hall-effect sama sekali tidak menggangu karena ammeter ini hanya menjepit konduktor tanpa perlu memutus sirkuit.
Gambar 3.19 Milliammeter clamp-on
Milliammeter clamp-on ini tidak hanya mengukur loop arus tetapi juga meruah nilai milliamp menjadi persentase, mengikuti sinyal standar 4 – 20 mA. Satu kelemahan dari milliammeter clamp-on ini adalah kerentanan terhadap kesalahan dari medan magnet eksternal yang kuat.
Menggunakan Dioda untuk Mengukur Current Loop
Cara lain untuk mengukur sinyal 4 – 20 mA tanpa mengganggu menggunakan diode, yang terpasang dalam sirkuit loop pada saat commissioning. Sebuah diode dapat diletakkan dimana saja secara seri dalam loop sehingga menjadi bias maju. Ketika beroperasi normal, diode akan menurunkan tegangan sekitar 0.7 volt, ini biasa untuk setiap diode penyearah ketika bias maju. Diagram schematic dibawah ini menunjukan sebuah diode dipasang dalam loop sirkuit transmitter 2-wire.
Gambar 3.20 Pemasangan diode pada sirkuit loop
Jika kita menghubungkan milliammeter secara parallel dengan diode ini, resistansi input sangat rendah pada ammeter melewati diode dan mencegah penurunan tegangan yang terbentuk sebelumnya, diode secara efektif akan mati dan menhantarkan 0 mA, meninggalkan seluruh loop arus untuk melewati ammeter.
Gambar 3.21 Penyambungan milliammeter parallel dengan dioda
Ketika milliammeter terputus, penurunan 0.7 volt akan muncul untuk menghidupkan diode dan semua loop arus mengalir melalui diode lagi.
Teknisi dapat mengambil pengukuran arus dengan cara ini dan tidak perlu khawatir dengan indikasi variable proses palsu, mematikan alarm atau menggaggu proses. Beberapa transmitter mempunyai terminal tambahan yang diberi label “Test” untuk pengukuran seperti ini. Dioda telah dipasang dalam transmitter dan terminal “Test” tersebut menyediakan titik untuk menghubungkan milliammeter.
Gambar 3.22 Terminal “Test” pada transmitter
Perhatikan dua titik ujia berlabel “Test” dibawah terminal utama. Menghubungkan ammeter ke terminal ini memungkinkan untuk pengukuran langsung pada sinyal 4 – 20 mA tanpa melepas koneksi kabel dalam sirkuit.
Menggunakan Loop Calibrator
Ada perangkat uji elektronik khusus disebut loop kalibrator untuk memecahkan masalah sirkuit loop arus 4 – 20 mA . Perangkat tersebut mempunyai kemampuan tidak hanya mengukur arus tapi juga sumber arus dan juga bisa mensimulasi transmitter.
Gambar 3.23 Loop kalibrator untuk mengukur loop arus
Digambar ini, loop kalibrator dihubungkan seri untuk mengukur arus. Jika loop mempunyai test diode, kalibrator dapat dihubungkan parallel untuk mengukur arusnya. Perhatikan polaritas kalibrator terkait dengan sirkuit yang diuji, Kalibrator bertindak sebagai perangkat pasif.
Kalibrator juga dapat digunakan sebagai sumber sinyal 4 – 20 mA ke instrument indicator untuk menguji fungsi instrument tersebut. Pada gambar dibawah ini, kita bisa melihat kalibrator digunakan sebagai sumber arus untuk mengirim sinyal 16 mA ke input PV pada controller.
Gambar 3.24 Kalibrator sebagai sumber arus
Tidak ada transmitter pada ilustrasi diatas, karena kalibrator dapat menggatikan transmitter. Tidak hanya memeberikan informasi, tapi juga menyediakan daya pada sirkuit. Sumber daya DC dalam controller tidak digunakan untuk daya loop, karena kalibrator dalam mode “source” menyediakan daya yang dibutuhkan untuk mengatur arus melalui resistor 250 ohm.
Penggunaan kalibrator dalam mode “source” juga dapat untuk mnguji katup control untuk kalibrasi katup control. Gambar dibawah ini mengilustrasikan loop kalibrator menggantikan fungsi controller, memberikan sumber arus ke I/P transducer.
Gambar 3.25 Kalibrator untuk menguji katup control
Konfigurasi sirkuit ini sangat berguna bagi teknisi instrument untuk menguji respon katup control, karena kalbrator memungkinkan sinyal disesuaikan dengan baik untuk memonitor pergerakan katup. Jika katup control dicurigai mempunyai gesekan yang berlebihan, teknisi dapat menguji katup dengan menaikan dan menurunkan arus kalibrator per-step. Jika perubahan arus step nya besar akan menyebabkan katup mengalahkan gesekannya dan bergerak, tetapi jika perubahan arus step nya kecil tidak bisa menggerakan mekanisme katup ketika gesekannya tinggi.
Tingkatan Sinyal NAMUR
Salah satu manfaat dari standar sinyal analog 4 – 20 mA adalah kabel yang putus dapat segera dideteksi dengan tidak adanya arus dalam sirkuit. Jika skala sinyal diawali pada nol (0 – 20 mA), tidak ada cara untuk mendeteksi kabel putus.
Standar sinyal NAMUR membawa filosofi ini selangkah lebih maju dengan mendefinisikan makna diagnostic yang spesifik untuk nilai arus yang berada di luar rentang 4 – 20 mA.
Transmitter yang sesuai dengan standar NAMUR dirancang untuk membatasi sinyal output antara 3.8 mA dan kurang dari 21 mA ketika berfungsi dengan baik. Sinyal yang berada di luar rentang ini mengindikasikan terjadi kesalahan pada transmitter atau pengkabelan sirkuit.
Sistem control yang sesuai dengan NAMUR akan mengenali nilai milliamp yang salah ini sebagai status kesalahan dan dapat di program untuk melakukan aksi spesifik ketika menerima nilai sinyal tersebut, misalnya aksi memaksa controller ke mode manual, memulai prosedur auto shutdown atau mengambil tindakan aman lainnya ketika terjadi kesalahan pada transmitter.
Referensi :
- Lesson in Industrial Instrumentation, Tony R. Kuphaldt, 2018
- Instrument Engineer’s Handbook Fourth Edition, Bela G. liptak, 2006
Leave a Comment